ENY
RAHAYU SUTRISNO
13114585
1KA28
ILMU SOSIAL
DASAR
Tugas II
Pemuda dan Sosialisasi
1.
Pemuda
Telah kita ketahui bahwa “pemuda atau generasi
muda” merupkan konsp-konsep yangselalu dikaitkan dengan masalah “nilai”, hal
ini sering lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural daripada pengertan
ilmiah. Misalnya “pemuda harapan bangsa”, “pemuda pemilik masa depan” dan lain
sebagainya yang kesemuanya merupakan beban moral bagi pemuda. Tetapi di lain
pihak pemuda menghadapi persoalan-persoalan seperti kenakalan remaja,
ketidakpatuhan kepada orangtua/guru, kecanduan narkotika, frustasi, masa depan
suram, keterbatasan lapangan kerja dan masalah lainnya, kesemuanya akibat
adanya jurang antara keinginan dan harapan degan kenyataan yang mereka hadapi.
Di atas telah dikemukakan bahwa pemuda sering
disebut”generasi pemuda”, merupakan istilah demografis dan sosiologis dalam
konteks tertentu. Dalam pola Dasar Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda
bahwa yang dimaksud pemuda adalah:
1) Dilihat dari segi biologis, terdapat istilah :
Bayi : 0 - 1 tahun
Anak : 1 - 12 tahun
Remaja :
12 - 15 tahun
Pemuda : 15 - 30 tahun
Dewasa : 30 tahun ke atas.
2) Dilihat dari segi budaya atau fungsional dikenal istilah :
Anak : 0 - 12 tahun
Remaja :
13 – 18 tahun – 21 tahun
Dewasa : 18 – 21 tahun ke atas.
3) Dilihat dari angkatan kerja , ada istilah tenaga muda dan tenaga tua.
Temaga muda dalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja yang
diambil antara 18-22 tahun.
4) Dilihat dari perencanaan modern, digunakan istilah sumber-sumber daya
manusia muda (young human resources) sebagai salah satu dari 3 sumber-sumber
pembangunan yaitu : aktivitas dan kreativitas yang berkesinambungan
terus-menerus.
Menurut pola dasar pembinaan dan pengembangan
generasi muda bahwa permasalahan generasi muda dapat dilihat dari beberapa
aspek sosial, yakni :
1) Sosial
Psikologi
Proses pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian serta penyesuaian diri secara jasmaniah dan
rohaniah sejak dari masa kanak-kanak sampai usia dewasa dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti keterbelakangan jasmani dan mental, salah asuh oleh
orang tua/ keluarga maupun guru-guru di lingkungan sekolah, pengaruh negatif
dari lingkungan pergaulan sehari-hari oleh teman sebayanya. Hambatan-hambatan
tersebut diatas memungkinkan timbulnya kenakalan remaja, ketidakpatuhan kepada
orang tua dan guru, kecanduan pada narkotika dan lain-lain kesemuanya itu
merupakan gejala-gejala yang perlu memperoleh perhatian dari semua pihak.
2) Sosial
budaya
Kaum muda
perkembangannya ada dalam proses pembangunan dan modernisasi dengan segala
akibat sampingnya yang bisa mempengaruhi proses pendewasaannya, sehingga
apabila tidak memperoleh arah yang jelas, maka corak dan warna masa depan
negara dan bangsa akan menjadi lain dari pada yang dicita-citakan. Benturan
antara nilai-nilai budaya traadisional dengan nilai-nilai baru yang cenderung
menimbulkan pertentangan antara sesama generasi muda dan generasi sebelumnya
yang ada pada gilirannya akan menimbulkan perbedaan sistem nilai dan pandangan
antara generasi tua dan generasi muda.
Hal tersebut dapat
menyebabkan terputusnya kesinambungan nilai-nilai perjuangan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Pola hidup yang berdasarkan kekeluargaan,
kegotong-royongan sebagai salah satu ciri kehidupan masyarakat Indonesia, makin
bergeser ke arah kehidupan individualistis. Keadaan seperti itu bila
berlangsung terus akan mempengaruhi perkembangan generasi muda. Akan timbul
rasa tidak aman, penolakan, keterasingan di kalangan mereka. Hal seperti ini
memungkinkan mereka lalu menjauhkan diri dari masyarakat, mengelompokkan diri
dalam gang-gang dengan sikap dan cara berpikir yang lepas dari norma-norma dan
sistem nilai yang berlaku. Meremehkan ajaran-ajaran agama dan memudarkan
kesadaran berbangsa dan berpribadian nasional, pada akhirnya akan mempunyai
pengaruh dalam rangka pendidikan moral Pancasila. Sebabnya, barangkali dapat
dicari dari pengaruh-pengaruh daya pamer budaya asig yang lebih bersifat
pemuasan kenikmatan duniawi semata-mata seperti klub malam, mandi uap,
pola-pola konsumsi mewah, majalah dan
film yang lebih menampilkan adegan-adegan porno daripada cerita-cerita yang
bermutu yang mengandung unsur-unsur pendidikan. Keadaan ini akan menimbulkan
idealisme dan patriotisme serta kesetiakawanan di kalangan kaum muda.
3) Sosial
Ekonomi
Pertambahan jumlah
penduduk yang cepat dan belum meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan
mengakibatkan makin bertambahnya pengangguran di kalangan pemuda, karena
kurangya lapangan kerja. Kurangnya lapangan kerja ini menimbulkan berbagai
problema sosial serta frustasi di kalangan kaum muda. Ketidakseimbangan antara
kebutuhan bagi pendidikan dan penyediaan sarana-sarana pendidikan, makin
bertambahnya jumlah pemuda-pemuda putus sekolah, sementara di pihak lain
anggaran pemerintah yang terbatas mengakibatkan kekurangan fasilitas bagi
latihan-latihan ketrampilan. Demikian juga sistem pendidikan tidak mampu
menjawab tantanggan kebutuhan pembangunan.
4) Sosial
Politik
Dalam kehidupan
sosial politik aspirasi pemuda berkembang dan cenderung mengikuti pola infra
struktur politik yang hidup dan berkembang pada suatu periode tertentu.
Akibatnya makin dirasakan bahwa di kalangan peemuda masih ada hambatan-hambatan
untuk menumbuhkan satu orientasi baru yakni pemikiran untuk menjangkau
kepentingan nasional dan bangsa diatas segala kepentingan lainnya. Dirasakan
belum teraarahnya pendidikan politik di kalangan pemuda dan belum dihayatinya
mekanisme-mekanisme demokrasi Panacasila maupun lembaga-lemabaga
konstitusional, tertib hukum dan disiplin nasional, hal mana merupakan hambatan
bagi penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan konstitusional.
2.
Sosialisasi
Sosialisasi adalah
sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke
generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori
mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus
dijalankan oleh individu.
Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi
dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi
sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut
berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja.
Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang
sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu,
bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
- Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann
mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani
individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara
bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar
keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat
dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh
warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota
keluarga terdekatnya.
- Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi
lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam
kelompok tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuknya adalah resosialisasi
dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu
identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang
mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
'==Tipe sosialisasi == Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar
'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok
sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik
apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk
sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila
solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun
tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua
tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
- Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga
yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan
di sekolah dan pendidikan militer.
- Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam
pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan
kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Baik sosialisasi formal
maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan
formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi
dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami
proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan
disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan
mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya,
apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah
perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal
dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena
individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi
represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive
socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri
lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam
hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan
pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah,
penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan
peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris
(participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika
berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam
proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat
sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized
other.
Proses sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat
bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap
sebagai berikut.
- Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak
mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh
pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan
meniru meski tidak sempurna.Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada
anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna
kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami
secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
- Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang
anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk
kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan
sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa
yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini.
Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai
terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap
penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini
disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other).
- Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan
diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara
bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap
ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya
semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar
rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap
juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarganya.
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized
Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat
bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya
tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya
peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak
dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini
telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam
teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang
melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass
self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita
di mata orang lain.'
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling
hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan
selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang
lain menilai kita.'
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat,
sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain
selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul
dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu
mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu
memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar.
Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang
lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang
anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari
dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai
akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak
yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri. Jika seorang anak
dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai
"anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun
penilaian itu belum tentu kebenarannya.
Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan
atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan
sekolah.Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak
selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja
berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen
sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok,
meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi
mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media
massa.Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang
disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya
saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi
dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh
agen sosialisasi yang berlainan.
- Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen
sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama
dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas
karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi
kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat
perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng
yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya
pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam
sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada
dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
- Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain)
pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada
awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif,
namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga.
Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak
berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu. Berbeda dengan
proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat
(berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
- Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan
formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga
dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus
dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
- Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya
pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan.
Contoh:
·
Penayangan
acara SmackDown! di televisi diyakini telah
menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
·
Iklan
produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya.
·
Gelombang
besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV
(horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan
kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan
sosial, dan dampak buruk lainnya.
- Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa,
sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional,
masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya
membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat
presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan.
Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
Sumber-sumber
atau Referensi :
Ahmadi,
Abu. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:PT RINEKA CIPTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar